"Tak masalah jika saya tidak memiliki pekerjaan, agama saya lebih penting," tutur Tony Aden.
Sekitar 200 pekerja muslim dipecat dari Cargill, pabrik pengepakan daging di Colorado, Amerika Serikat, setelah terlibat sengketa waktu untuk salat dengan manajemen perusahaan.
“Tak masalah jika saya tidak memiliki pekerjaan, agama saya lebih penting,” tutur Tony Aden, salah satu pekerja yang dipecat, sebagaimana dikutip Dream dari laman CBS News, Senin 4 Januari 2016.
Salat lima waktu merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Meski sibuk bekerja, para pekerja ini merasa wajib menjalankan salat itu. Namun mereka merasa tak diberi waktu yang cukup untuk beribadah.
Sementara, Juru Bicara Cargill, Michael Martin membantah kabar itu. Menurut Martin, perusahaannya mengizinkan para pegawai untuk salat. Namun terjadi kesalahpahaman terhadap kebijakan pabrik pada 8 Desember 2015, setelah 11 pegawai beristirahat untuk melaksanakan salat.
“Pada bagian kerja tertentu akan menggganggu alur kerja, sehingga pengawas mengatakan kepada karyawan bahwa mereka boleh pergi salat, tetapi mereka harus pergi dalam jumlah kurang dari 11,” kata Martin.
Hari Senin berikutnya, tambah Martin, sekitar 200 karyawan muslim tak muncul selama tiga hari berturut-turut. Sehingga perusahaan memecat mereka semua. “Ada kalanya akomodasi tidak memungkinkan,” ujar Martin.
“Tapi dalam mayoritas kasus, kami melakukan segala yang kami bisa untuk memastikan bahwa kita mengakomodasi karyawan,” tambah dia.
Cargill telah menyediakan tempat khusus untuk beribadah sejak 2009. Kini, Dewan Hubungan Islam Amerika melakukan pertamuan dengan Cargill untuk mencapai kesepakatan, sehingga para pekerja yang dipecat bisa kembali bekerjaCAR,FOREX,DOMAIN,SEO,HEALTH,HOME DESAIN