Di Indonesia yang serba bebas, sempalan atau ajaran apapun bisa masuk dan atau mengatasnamakan Islam dalam penyebarannya. Untuk itu, kita sebagai orang awam, perlu kiranya memahami dan mengetahui pola penyebaran mereka, utamanya para “ustadz” mereka, atau oleh sebagian pihak disebut dengan “misionaris” Syiah.
Orang Syiah akan mengajarkan pemahaman Syiah dengan cara bertingkat. Pada tingkat awal belum diajarkan pemahaman Syiah, justru yang diajarkan bagaimana membahas kitab-kitab Ahlussunnah seperti membahas Kitab Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Bulughul Maram, Sunan Abu Dawud dan Kitab Sunnah lainnya. Namun pada setiap sesi pemberian pemahaman kitab-kitab tersebut akan terus digiring untuk diberikan doktrin tentang mazhab Ahlul Bait.
Penggunaan Mazhab Ahlul Bait (Mazhab keluarga Nabi) merupakan ciri tersendiri bagi orang Syiah. Mereka tidak menamakan Mazhab Syiah agar menarik dan tidak membuat gusar orang yang sedang belajar kepada mereka.
Setelah pada tahapan semisal akhir kelas 5, maka mulailah diajarkan perbandingan Syiah-Sunni. Kemudian baru diajarkan hakikat Syiah pada kelas 6. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh kalangan yang pernah berinteraksi dengan Pesantren YAPI Bangil atau Yayasan Muthahhari Bandung. Dan metode ini tidak menutup kemungkinan digunakan juga di pondok pesantren yang terindikasi Syiah yang ada di Solo atau daerah lainnya. Meskipun tidak semua santrinya mendapatkan materi seputar pemahaman Syi’ah. Dalam arti hanya santri atau kalangan-kalangan tertentu saja yang diberikan materi tersebut.
Dalam pembahasan kajian fikih yang diadakan selalu saja mengangkat pendapat Mazhab Ahlul Bait sebagai pengganti kata Syiah. Kalangan ini akan menyampaikan bahwa pendapat Abu Hanifah, Malik, Syafi’I dan Ahmad demikian. Adapun menurut pendapat Ahlul Bait demikian. Dan yang rajih adalah pendapat Ahlul Bait. Atau menggunakan kalimat yang semisalnya; madzhab keluarga Nabi, pendapat Amirul Mukminin Ali dan seterusnya. [Rangkuman ceramah Ust. Anung Al-Hamat, Lc., M.Pd.I
CAR,FOREX,DOMAIN,SEO,HEALTH,HOME DESIGN